Telah selesai pengungkapan terhadap penemuan kota Iram Dzatul ‘Imad (pemilik
tiang-tiang) sekitar tahun 1998 Masehi di daerah Syasher di padang
pasir Zhafar. Dan jarak penemuan itu sekitar 150 Km sebelah utara kota
Shoalalah dan 80 Km dari kota Tsamrit. Telah disebutkan kota Iram dan
penduduknya, kaum ‘Aad di banyak tempat dalam al-Qur’an, sebagaimana
firman Allah,
إرم ذات العماد* التي لم يخلق مثلها في البلاد* الفجر : 8 -7
”(yaitu)
Penduduk Iram yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi, yang belum
pernah dibangun (suatu kota) seperti itu di negeri-negeri lain.” QS. Al-Fajr: 7-8)
Dan itu adalah negerinya ‘Aad kaum Nabi Hud ’alaihissalam yang telah Allah binasakan dengan angin yang sangat dingin dan kencang, dan saya yakin anda semua mengetahui kisahnya yang disebutkan dalam al-Qur’an. Dan datang penyebutan kaum ‘Aad dan negerinya, Iram di dua surat dalam al-Qur’an, salah satunya dengan nama Nabi mereka yaitu Hud ’alaihissalam, dan yang kedua dengan nama tempat tinggal mereka yaitu al-Ahqaaf, dan di dalam puluhan ayat al-Qur’an yang terdapat dalam 18 surat dalam al-Qur’an. Dan penyebutan kaum ‘Aad dalam al-Qur’an terhitung sebagai pemberitaan paling banyak dibandingkan dengan pemberitaan tentang ummat-ummat yang lain yang dibinasakan , sebagai bentuk keajaiban dalam al-Qur’an. Hal itu karena kaum ini (‘Aad) telah dibinasakan secara total dengan angin berpasir yang tidak sewajarnya. Pasir-pasir itu mengubur dan menutup peninggalan-peninggalan mereka, hingga tersembunyi (tertutup) semua peninggalan mereka dari muka Bumi.
Dan itu adalah negerinya ‘Aad kaum Nabi Hud ’alaihissalam yang telah Allah binasakan dengan angin yang sangat dingin dan kencang, dan saya yakin anda semua mengetahui kisahnya yang disebutkan dalam al-Qur’an. Dan datang penyebutan kaum ‘Aad dan negerinya, Iram di dua surat dalam al-Qur’an, salah satunya dengan nama Nabi mereka yaitu Hud ’alaihissalam, dan yang kedua dengan nama tempat tinggal mereka yaitu al-Ahqaaf, dan di dalam puluhan ayat al-Qur’an yang terdapat dalam 18 surat dalam al-Qur’an. Dan penyebutan kaum ‘Aad dalam al-Qur’an terhitung sebagai pemberitaan paling banyak dibandingkan dengan pemberitaan tentang ummat-ummat yang lain yang dibinasakan , sebagai bentuk keajaiban dalam al-Qur’an. Hal itu karena kaum ini (‘Aad) telah dibinasakan secara total dengan angin berpasir yang tidak sewajarnya. Pasir-pasir itu mengubur dan menutup peninggalan-peninggalan mereka, hingga tersembunyi (tertutup) semua peninggalan mereka dari muka Bumi.
Dan hal itu
menyebabkan sebagian besar arkeolog dan ahli sejarah mengingkari dan
tidak membenarkan adanya kaum ‘Aad pada zaman dahulu, dan mereka
(arkeolog dan ahli sejarah) menganggap penyebutan tentang mereka (kaum
‘Aad) dalam al-Qur’an sebagai kisah-kisah simbolik (yang tidak ada
kenyataanya) untuk diambil pelajaran dan pengalaman. Bahkan lebih parah
lagi sebagian penulis buku menganggap mereka (kaum ‘Aad) sebagai
dongeng yang tidak ada sama sekali kenyataannya dalam sejarah.
Kemudian
munculah penelitian-penelitian arkeolog pada tahum 80-an atau 90-an di
abad ke-20 dengan penelitian tentang negeri Iram di padang pasir
ar-Rub’u al-Khali di Zhaafar 150 Km sebelah utara kota Shalabah,
selatan kerajaan Oman. Dan penemuan meraka membuktikan kebenaran
al-Qur’an dalam semua yang diberitakan di dalamnya tentang kaum ‘Aad.
Berangkat
dari hal tersebut maka pembahasan hal ini di sini hanya mencukupkan
diri pada penemuan arkeologi di atas dan pada apa yang dicatat dalam
al-Qur’an surat al-Fajr ayat 6-8 semenjak 1400 tahun yang lalu. Dan
seandainya al-Qur’an menunjukkan pada sesuatu, maka hal itu tidak lain
hanyalah menunjukkan hakekat yang sebenarnya bahwa al-Qur’an adalah
benar-benar firman Allah Sang Pencipta. Dialah yang menurunkan
al-Qur’an dengan ilmu-Nya kepada penutup para Nabi dan Rasul (Muhammad) shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam
menjaganya untuk kita dengan bahasa wahyu yang diwahyukan kepadanya
(bahasa Arab). Maka al-Qur’an tetap terjaga dengan tata bahasa Rabbani,
dengan kebenaran setiap huruf dan kalimatnya dan isyarat di dalamnya.
Iram Dzatul ‘Imad dalam sejarah Islam
Di
dalam tafsir tentang apa yang datang tentang kaum ‘Aad dalam
al-Qur’an, sejumlah ulama ahli tafsir, ahli Geografi, ahli sejarah dan
ahli nasab (silsilah keturunan) muslim seperti ath-Thabari, as-Suyuthi,
al-Qozwaini, al-Hamdani, Yaqut al-Hamawi dan al-Mas’udi bersemangat
untuk mengungkap tentang hakekat mereka. Mereka (para ulama ah). Dan mereka (al-Arab al-Baa’idah) dianggap mencakup banyak
kaum yang telah musnah ratusan tahun sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, di antara mereka kaum ‘Aad, Tsamud, al-Wabar, dan selain mereka masih banyak lagi.
Dan
mereka (para ulama di atas) mengetahui dari ayat-ayat al-Qur’an bahwa
tempat tinggal kaum ‘Aad adalah di Ah-Qaaf jamak dari kata Haqf yang
berarti pasir yang miring. Dia adalah salah satu daerah bagian dari
ar-Rab’u al-Khali dengan Hadhramaut di sebelah selatannya, ar-Rab’u
al-Khali di selatannya dan dengan Oman di sebelah timurnya, dan dia
sekarang adalah dareh Zhaafar. Dan sebagaimana mereka juga mengetahui
bahwa Nabi mereka adalah Hud ’alaihissalam, dan bahwasanya setelah binasanya orang-orang kafir dari kaumnya, Hud ’alaihissalam tinggal di bumi Hadhramaut samapai beliau meninggal, dan beliau dikebumikan di dekat Wadi Barhut arah timur dari kota Tarim.
Adapun
tentang kaum Iram pemilik bangunan tinggi itu, maka al-Hamadani (wafat
tahun 334H/946M) dan Yaqut al-Hamawi (wafat tahun 627H/1229M)
menyebutkan bahwa bangunan tinggi mereka yang dahulu adalah hasil
bangunan Syaddad bin ‘Aad dan telah hilang musnah (tertimbun pasir),
dan ia tidak diketahui sekarang, walaupun beredar di cerita-cerita
tentangnya. Untuk melihat gambar tentang kota mereka yang ditemukan
oleh para ilmuwan arkeolog lihat di sini.
إرم ذات العماد التي لم يخلق مثلها في البلاد, diterjemahkan oleh Abu Yusuf Sujono /
Tidak ada komentar:
Posting Komentar