Add caption |
ahmad
adalah seorang kasyaf yaitu bisa melihat sesuatu di dunia gaib. Menurut
Ahmad, suatu malam, gurunya didampingi beberapa muridnya, menawarinya
sesuatu: “Ahmad, ini ada Jin Muslim diantara kita, namanya Syekh
Maulawi. Ia berumur 400 tahun. Ia mempunyai putri namanya Fatimah,
umurnya 200 tahun. Fatimah masih gadis. Syekh Maulawi tertarik padamu,
pada keshalehanmu dan kekuatanmu dalam memegang teguh agama. Kami semua
disini sepakat menawarkan padamu untuk menikahi Fatimah binti Maulawi.
Bagaimana pendapatmu? Silahkan fikirkan dan pertimbangkan.”
Tentu Ahmad kaget luar biasa. “Menikah dengan jin?” Tidak pernah
terbayang sedikitpun dalam hidupnya akan menikah dengan jin. Ini sangat
mengagetkan dan baru mengalami tawaran seperti ini. Mendengar pun,
pernikahan antar manusia dan jin, belum pernah. Mau menolak, ia sangat
takzim pada Syekh sebagai gurunya lahir batin sejak hidupnya. Menyatakan
mau juga tidak terbayang bagaimana jadinya nanti. Wajar ia sangat
bimbang. Anda juga akan bingung ditawari sesuatu yang kurang berkenan
oleh seseorang yang sangat Anda hormati. Ya kan?? Mau ditolak, Anda
sangat hormat padanya. Syusyah ….!! Demikian pula yang terjadi pada
Ahmad. Dalam kebingungannya, ia mendesah:
“Menurut Syekh bagaimana?”
“Ini hanya tawaran. Bersedia syukur, tidak pun tidak apa-apa.”
“Menurut Islam bagaimana? Saya kan manusia.” Tanya Ahmad lagi ingin tahu bagaimana dari sudut hukum agama.
“Tidak ada larangan.” Jawab gurunya pendek.
“Menurut Syekh bagaimana?”
“Ini hanya tawaran. Bersedia syukur, tidak pun tidak apa-apa.”
“Menurut Islam bagaimana? Saya kan manusia.” Tanya Ahmad lagi ingin tahu bagaimana dari sudut hukum agama.
“Tidak ada larangan.” Jawab gurunya pendek.
Pikiran Ahmad masih terus digayuti kebingungan. Selama berbulan-bulan
sejak ia bisa berdialog dengan gurunya tersebut secara ruhani, Ahmad
sudah terbiasa melihat jin. Oleh jin-jin kafir yang buruk rupa, yang
wajahnya semrawut, tidak beraturan, sering sekali menggoda perjalanannya
agar niatnya menemui dan berguru kepada Syekh Syarwani mundur, batal
dan tidak jadi. Ini adalah ujian beratnya. Ia harus mengalahkan
godaan-godaan makhlus halus itu. Awalnya, kaget luar biasa dan sangat
takut ketika ia mampu melihat sosok jin-jin itu. Ada yang menertawakan
perjalannya sambil bergelantungan di sebuah pohon di tengah malam, ada
yang menghalangi jalan kakinya, ada yang menumpangi motor yang
dikendarainya di jok belakang, ada yang menebarkan bau busuk, ada yang
menyerupai wanita cantik dan telanjang bulat mengajaknya bersetubuh, ada
yang menirukan suara ibunya memanggil-manggilnya ketika sedang
berjalan. Semua itu terjadi antara jam 11.30 malam hingga jam 04.00
subuh ketika ia tengah berjalan menemui gurunya disebuah tempat yang
disepakati.
Lama-kelamaan matanya jadi biasa dan tidak kaget melihat jin-jin
penggoda itu. Mereka selalu muncul setiap malam di tengah perjalanan
ketika Ahmad menemui gurunya di tempat tersebut. Mereka menggoda dan
menakut-nakutinya. Oleh keyakinannya kepada Allah, bahwa mereka lebih
rendah dari manusia, Ahmad tidak takut bahkan semakin berani mengusirnya
dan bahkan sering menantangnya untuk tarung karena kesalnya. Kebanyakan
jin-jin penggoda itu kabur, mangpret, ngacir ketakutan setelah
dibacakan ayat-ayat Qur’an seperti ayat kursi dan lainnya.
Tetapi, bukan hanya jin kafir yang buruk-buruk rupa itu yang dia
lihat. Sering juga jin-jin Muslim menyapanya. Mereka ini sosoknya lain.
Tubuhnya ada yang wangi, bersih, tampan dan cantik, tapi ukurannya
tinggi-tinggi dan besar-besar. Umurnya ratusan tahun. Ada yang sedang
memegang tasbih berdzikir kepada Allah, ada yang sedang khusyu beribadah
dan sebagainya. Melihat mereka, Ahmad sudah biasa. Tetapi, ditawari
menikahi dengan jin yang berbeda jasad, beda dunia, beda alam, sama
sekali tidak pernah terbayangkan olehnya.
Akhirnya bakti dan hormat pada gurunya mengalahkan keraguan dirinya.
Bagi Ahmad, Syekh Habib Syawani di alam ruh, atas izin Allah, masih
mengajarkan ilmu dan telah membukakan kasyafnya, yang membuatnya bisa
melihat dan berdialog langsung dengannya. Ahmad akhirnya ikhlas dan
pasrah. Singkat cerita, proses pernikahan pun dilangsungkan. Disaksikan
gurunya dan ruh-ruh yang hadir, dengan suasana sangat khidmat, Ahmad
dinikahkan dengan Fatimah binti Maulawi, seorang gadis jin Muslimah,
berumur 200 tahun. Mas kawinnya? Cukup hanya membaca surat Al-Fatihah.
Tentu saja, jin tidak butuh materi. Mertuanya bernama Syekh Maulawi
adalah jin yang sangat dihormati di kalangan jin Muslim di alamnya.
Resmilah mereka sebagai pasangan suami istri.
Bagaimana gambaran dan kesan Ahmad tentang Fatimah, istrinya di alam
jin itu? Ia menceritakannya kepada saya. “Ia memakai kerudung dan masya
Allaah … cantiknya luar biasa. Tubuhnya harum. Tingginya sekitar 4
meter. Setelah nikah, saya memangilnya ummi, dia memanggil abi. Sikapnya
tawadhu luar biasa kepada suami, bahasanya santun, sifatnya halus dan
kecantikannya belum pernah saya lihat di alam manusia. Saya belum pernah
melihat wajah secantik itu.”
Beberapa hari dari itu, Ahmad bercerita tentang bulan madunya.
Walaupun tinggi Fatimah sekitar 4 meter, tapi ketika berfungsi sebagai
istri dan menemui suaminya, ia merubah ukurannya menjadi ukuran manusia
biasa, normal. Suatu saat, Ahmad memulai ceritanya, ia diajak Fatimah
berjalan-jalan, berkeliling ke alamnya. Alam jin tidak jauh berbeda
dengan alam manusia. Ada pengajian, ada sekolah, kampus, masjid dan
bangunan-bangunan lain. Sama dengan manusia, mereka memiliki peradaban.
Tapi, itu peradaban jin. Bedanya, bentuknya aneh-aneh, berbeda dengan di
alam manusia. Ahmad sangat sadar alias bukan mimpi. Selama berkeliling,
perasaannya dipenuhi oleh hal yang aneh dan aneh, takjub dan takjub,
heran dan heran atas apa yang dialaminya di alam yang berbeda. Akhirnya
ia tiba di sebuah rumah, ternyata rumahnya Fatimah. Tinggi, luas,
bentuknya aneh, tidak seperti rumah yang ada di alam manusia. Kamar
Fatimah harum dan bersih. “Barang-barang” tertata rapih. Di atas tempat
tidur, mereka ngobrol dan bercumbu. Selain sangat cantik, tubuh Fatimah
tercium harum dan bercahaya. Maklum ia jin yang taat ibadah. Singkatnya,
aneh juga, Ahmad merasakan kepuasan persis seperti dengan manusia,
bahkan lebih. Kata Ahmad, Fatimah tidak akan pernah hamil. Persenggamaan
jin dan manusia tidak akan mengasilkan kehamilan, karena perbedaan zat
makhluk. Manusia makhluk fisik, sedangkan jin makhluk non fisik alias
makhluk ghaib.
Sejak itu, kata Ahmad, Fatimah selalu datang dimana Ahmad
memerlukannya. Ngobrol berdua dengan penuh santun dan etika sebagai
istri yang shaleh, sun tangan, menunduk dan tidak pernah bersuara keras.
Saling mengingatkan beribadah kepada Allah. Saling menasehati untuk
sabar dalam menghadapi masalah masing-masing. Tidak ada suasana sedikit
pun dari Fatimah mendominasi Ahmad dari istri aslinya yang manusia,
yaitu istri pertamanya. Bahkan, dalam banyak kesempatan, Fatimah selalu
mendorong Ahmad untuk harmonis dengan istrinya dan anak-anaknya,
menyayangi dan memperhatikan keluarga. Kehadiran Fatimah, tidak
sedikitpun menggangu keberadaan keluarga Ahmad karena tidak ada nafkah
yang harus dikeluarkan, tidak ada waktu yang terambil. Nafkahnya paling
do’a. Perhatiannya bukan bentuk fisik, tapi ruhani. Kemana Ahmad pergi,
Fatimah bisa dipanggil dan datang, atau ia yang datang sendiri. Makanan
Fatimah sebagai jin Muslim dan makhluk adalah saripati-saripati makanan.
Pernikahan itu kini sudah berumur lima tahun lebih. Hingga sekarang
tetap saja rukun dan damai. Ahmad merasa sangat bahagia, demikian juga
Fatimah. Kepada istri pertamanya, Ahmad tidak pernah menceritakan
peristiwa “poligaminya.” Ini pengalaman subyektif yang sulit diceritakan
dan sulit orang akan percaya. Menceritakan pada istrinya jangan-jangan
malah minta cerai karena dianggap sudah sesat. Itukan merusak. Minimal
pasti akan menimbulkan gangguan hubungan keduanya. Ahmad dan Fatimah
hingga saat ini, keduanya adalah murid Syekh Habib yang sampai sekarang
sering hadir dalam pengajian yang berisi nasehat-nasehat gurunya
tersebut, tentu pengajian secara ruhani, yang orang awam seperti kita
tidak akan bisa memahaminya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar